By . KH. Abdullah Gymnastiar (Aa Gym)
Assalamualaikum Wr. Wb.
Hadirin, Alhamdulillah.
Apakah Allah Memperhatikan kita saat ini? Pasti?
Apakah Allah Maha Tahu persoalan yang sedang kita hadapi? Pasti. Apakah
Allah tahu persis semua jalan keluar yang sedang kita hadapi? Tahu.
Setiap persoalan pasti ada jalan.
Kali ini kita akan coba bahas sekali lagi tentang kunci kesabaran.
Kunci kesabaran itu ada dua kata kuncinya walaupun dirangkai dalam satu
ayat. Surat Al Baqarah ayat 155-156.
"Dan berikan kabar gembira
kepada orang-orang yang sabar. Siapakah orang-orang yang sabar? Mereka
itulah yang mendapat keberkatan yang besar, curahan rahmat Allah dan
hidupnya dibimbing oleh Allah. Dua, Innalillahi Wainailaihi Rojiun.
Sesungguhnya, kami adalah milik Allah dan kembali kepada Allah".
Jadi, kemampuan orang untuk tidak merasa memiliki, tidak merasa dimiliki
kecuali hanya milik Allah, itu pintu pertama sabar. Dan yang kedua,
kemampuan kita lepas dari bersandar kepada siapapun selain bersandar
hanya kepada Allah, itu kunci sabar. Sepanjang masih merasa ini milik
saya. Sepanjang masih merasa ada selain Allah yang bisa menolong saya,
sulit untuk mendapatkan karunia sabar. Dalam penghujung surat Al
Baqarah. Lillahi maa fissamaawaati wa ma filard, milik Allah segala yang
ada di langit segala yang ada di bumi. Semua yang ada pasti adalah
ciptaan Allah. Kalau Allah yang mencipta, maka itu pasti milik Allah.
Kalau itu milik Allah, siapa yang mengurus? Allah.
Diri kita ciptaan Allah, diri kita milik Allah, diri kita diurus oleh
Allah setiap saat. Kita tidak bisa mengurus diri kita karena kita tidak
tahu apa yang harus diurus. Sedikiiiit. Paling mandi, keramas, gunting
kuku. Untuk ngorek kotorang kuping saja sudah susah. Belum lagi yang di
dalem. Jantung, paru-paru, empedu, 100 triliun sel tubuh ini. Manusia
ini dijumlahkan cuma 6 miliar lebih. Tubuh ini 100 triliun sel. Banyak
triliun itu. Dan tiap sel hidup, berkomunikasi, punya generator sendiri,
punya sistem keamanan, punya sistem informasi. Tiap sel! Kurang lebih
ada 200 jenis sel katanya di dalam tubuh ini dan tidak tertukar. Sel mau
jadi mata, tidak jadi di telunjuk. Sel kuku tidak jadi di mata.
Semuanya! Bergerak, berkomunikasi, hidup, mati, pada mati, keluar, ganti
lagi sel baru. Siapa yang ngurus? Allah
Ada Saatnya Rejeki Harus Berpindah
“Dan Kami mendengar apa yang dibisiki hatinya”. Pasti. Karena hati kita
juga ciptaan Allah. Dan kami lebih dekat kepadanya dari pada urat
lehernya. Apa yang jauh? Semuanya juga diciptakan Allah, digenggam
Allah, dikuasai Allah. Jadi diri kita ini milik siapa? Sesuka Allah kalo
gitu, ya? Mau dibikin mancung? Pesek? Gapapa. Yang penting berlubang.
Mau pesek, mau mancung, mau putih, item, kuning, coklat, suka-suka yang
punya. Suka-suka Allah. Mau dibikin kaya, sedeng, miskin, suka-suka
Allah. Nggak mungkin semuanya kaya menurut kita walaupun mungkin menurut
Allah karena kalau semua kaya, nggak jalan kehidupan ini.
Tidak akan oleh Allah semuanya diciptakan jadi Presiden. Pusing negara
kita Presiden semuanya. Giliran, cuma satu dari sekian ratus juta. Allah
yang Menakdirkan. Tidak akan semuanya jadi sarjana. Kalau semua jadi
sarjana pusing juga, nggak akan cukup, iya? Makanya yang mulia itu Inna
Akromakum `Indallahi Atkokum. Terserah Allah mau dibikin sehat atau
sakit. Sudah berusaha habis-habisan menjaga kesehatan, eh, sedang naik
pohon jambu jatuh, patah tulang. Kenapa? Yaaa… banyak rahasia Allah.
Karena di rumah sakit juga ada hamba Allah yang harus dapet rejeki, kan?
Dibawa ke dokter, ada rejeki buat Dokter. Beli resep, ada rejeki buat
Apoteker. Diopname, ada rejeki untuk perawat. Karena semua yang ada di
rumah sakit juga semua ciptaan Allah. Allah Ngasih makan kepada mereka.
Allah Ngasih bekal buat sekolah anaknya, Allah ngasih bekal buat beli
pakaian. Yaaa, syariatnya kita sakit sekali-kali. Ya? Benar?
Makanya kalau bayar rumah sakit juga yang ridho, sebab nggak ridho juga
tetap harus bayar. Karena rejeki itu ada waktunya pindah. “Wah,
gara-gara kamu sakit, Bu, motor jadi dijual.” Bukaaan. Motor itu sudah
waktunya pindah pemegangnya. Sekarang giliran tukang ojek yang beli,
pindah ke sana. “Tapi saya rugi dulu beli 12 juta, sekarang dijual 10
juta.” Enggak, sekarang jatahnya 10 juta. Tapi udah dibayarin, ternyata
dibayarin rumah sakit semuanya, Rp. 9.900.000, sisanya Rp.100.000, ya
enggak papa. Uang itu sudah giliran rumah sakit. “Nanti saya mana?”
Nanti ada lagi. Ada waktunya lagi.
Dulu aja lahir nggak pake motor, kan?! Lancar. Apa pada keluar dari
rahim ibu pakai Honda bebek? Tidak… semuanya hanyalah milik Allah. Kita
punya apa, sih? Rambut? Rambut bukan milik kita, jangan suruh manjangin.
Stop! Lagi nggak punya duit, nih. Lagi nggak ada biaya buat dicukur.
Stop! Tidak bisa… Tetep aja Allah yang memanjangkan rambut. Kenapa?
Karena ada makhluk Allah tukang cukur di antaranya. Tukang cukur kan
harus makan. Nyekolahin anak, bayar kontrakan. Iya, kan? Ridholah rambut
dipanjangin. Mau rambut nggak pengen ubanan? Tidak bisa… sing ridho.
Walaupun sudah minum sari areng. Tetap saja sudah waktunya diberi yang
putih. Ridho. Enak ridho itu. Ya? Suka-suka Allah. Rizki milik Allah.
Bukan hanya punya kita, tapi orang lain juga milik Allah.
“Si itu tuh Cina.” Emang orang Cina bikin dirinya sendiri? Enggak… mau
Cina, mau Hitam, mau Negro, mau Afrika, mau Bule. Sama! Semuanya
ciptaan…Allah. “Wah, orang bule ngaco.” Loh, kan dia tidak pesen bule.
Maka saya sejujurnya ya, waktu ada sweeping kepada orang Bule, apa salah
dia jadi bule? Dia tidak pesen dirinya jadi bule, sebagaimana kita
tidak pesen jadi sawo tua gini, ya?
“Ah, si itu mah anak orang Cina.” Kenapa Cina? Dia tidak pesen. Coba,
kalau kita ditakdirkan jadi Marmut, kan repot nih, lagi terancam dibikin
sate Marmut. Atau sodara misalnya ditakdirkan jadi Kambing. Ini rada
nggak enak kalau mau Idul Adha. “Kenapa bos saya ngasih makan banyak,
ya?” itu ciri-ciri Idul Adha, tuh. Tapi kan nggak pesen. Makanya, nggak
usah ngomong apapun, tentang suku, nggak pesen. Juga jangan menghina
bentuk badan apapun. Itu ciptaan Allah. Itu milik Allah. “Uh, si
gendut.” Sttt.. itu Allah yang ngegedein. “Ini suami istri jadi angka
10.” Dosa, tuh.
Terima Perbedaan, Orang Cacat bukan Orang Gagal
Apalagi kalau nanti berangkat ke tanah suci, itu kan macem-macem tuh di
Tanah Suci. Kalo di sini mah rasa semacem, ya. Wajah-wajah banyak
persoalan. Di Tanah Suci kan dari Afrika, dari Eropa, dari Asia.
Kumplit. Allah saja. Saya liat kalo dari Tiongkok, tuh. Kan pada sipit
kalau jalan. Sepertinya tuh lugu, padahal pinter-pinter. Aneh buat kita.
“Kok aneh ya orang Cina bisa baca Al Qur’an?” Kan kebayang oleh kita
Jet Li, yah? Atau Jackie Chan. Justru dia yang aneh, “Loh, kok ini orang
Indonesia pada ngaji?” Allah yang Ciptakan. Datang orang Afrika. Ya
Allah, nikmat! Melihat ciptaan Allah. Gede-gede sekali. Waktu itu pernah
sholat, di samping 2 meter 10 centi. Saya Cuma segini, ya Allah,
ciptaanMu. Mungkin dia juga mikir, “Ya Allah, kok ada ciptaanmu yang
ganjil gini?”
Lihat kemarin di video, tentang orang yang nggak punya tangan, tidak
punya kaki, hanya di bawah pinggul hanya sedikit jari, hanya itu. Lalu
beliau, saya lihat dari video yang dikirimkan dari BlackBerry, beliau
sedang berdiri di meja, menjelaskan kepada pelajar. Lalu beliau
merebahkan dirinya , berguling. Beliau berkata, “Kalau saya menyerah,
saya akan seperti ini selamanya. Sekali gagal, dua kali gagal, sepuluh
kali gagal, 100 kali gagal. Saya tidak boleh berhenti untuk mencoba saya
bisa berdiri.” Akhirnya dia menemukan ada buku, lalu kepalanya ditekan
ke buku, lalu akhirnya dia bisa bangkit dan berdiri. Allah menciptakan
tidak ada kaki, tidak ada tangan, pasti bukan sia-sia. Di antaranya
mengajari kita yang punya kaki dan tangan untuk tidak pernah menyerah.
Saudara jangan menganggap orang cacat itu orang yang gagal. Tidaaak.
Mereka adalah makhluk-makhluk spesial yang diciptakan Allah. Tidak ada
kegagalan, tidak ada kecacatan. “Tapi kasihan dong begitu.” Tapi
pahalanya juga luar biasa. Sekali dihina orang, dia sabar, berguguran
dosa-dosanya. Orang tua yang anaknya dititipi seperti itu juga orang tua
pilihan. Kalau beliau ridho dan sabar, derajatnya naik dengan anak yang
diberikan ujian kekhususan. Nggak ada yang gagal, semuanya ciptaan?
Allah. Semuanya milik? Allah. Cukup.
Bagaimana dong kalau sedang lihat tentara Israel, tentara yang membantai
umat Islam? Mereka ciptaan siapa? Allah juga. Mereka juga nggak ngerti
tubuhnya terbuat dari apa. Apakah kalau para tentara yang zhalim itu
mengadakan rapat, Allah tahu, tidak? Tahu dari mana? Pertama, tidak ada
yang tersembunyi dari Allah. Tak ada satu centimeterpun yang luput dari
pengawasan Allah dan tidak satusatu makhluk pun yang lepas dari
kekuasaan Allah. Mereka cuma jadi jalan, ladang amal bagi orang-orang
yang beriman.
“Wah, kasihan itu di Palestina, di jalur Gaza, mereka diboikot,
diblokade, dibenteng, orang yang beriman tidak takut. Pasti Allah
mencukupkan, buktinya sampai saat ini masih ada aja yang hidup, iya?
Bahkan tiap tahun ribuan penghapal Quran, mungkin karena makanannya
sedikit, shaumnya jadi shaum Daud juga, iya? “Kita kan banyak makan
nggak shaum” Susah sana, susah sini!, TV nggak ada yang bagus !, mana
jadi ngapalin Quran, malemnya Qiamulail!. “ Boleh jadi di Jalur Gaza itu
lebih bahagia hatinya dibanding kita yang banyak maksiatnya ini. Jadi
sebenarnya kita yang lebih harus dikasihani. Nonton TV jadi dosa, di
jalan jadi dosa. Ini wajah-wajahnya sejujurnya ya, ini wajah-wajah harus
tobat, nih. (jamaah tertawa)
Semua Ciptaan Allah, Jangan Silau oleh Duniawi
Itu makhluk, harta, milik Allah. Adakah orang kaya di dunia ini yang
sebenarnya? Hakekatnya tidak ada orang kaya. Makanya kalau saudara
ketemu dengan orang kaya, mobil bagus, rumah bagus, biasa aja. Ooh, ini
titipan Allah. Mudah-mudahan jadi Ahli Syukur. Naaah! Jangan sering
dateng ke orang kaya, “Ini kok nggak dipake, nih?” pengen, tuh. “Itu
handphone banyak betul.” Pengen. Jangan.. Jangan.. berharap dikasih.
Nggak apa-apa handphone jelek, yang penting bunyi. Ya? Dan ada pulsanya.
Itu yang penting.
Sekarang handphone bagus, tapi kita kadang minta-minta, ngarep dikasih.
“Harga diri turun.! Handphone bagus, harga dirinya yang nggak bagus.
Buat apa? Dulu aja tidak jaman handphone, tetep pada hidup manusia. Ya?
Betul kan? Jadi kalo ada saudara kaya, temen kaya, jangan jadi tambatan
hati. Jangan pengen ke sana terus. Tiap ada lapar, silaturahmi. Bukan
mau silaturahmi, perbaikan gizi. “Jangan!. Allah lah satu-satunya yang
akan mencukupi kita. Walaupun uang kita sedikit, tidak apa-apa. Kalau
kita yakin kepada Allah pada waktu perlu, akan ada. Dari mana saja, dari
mana saja. Allah ngasih rejeki, tidak harus tahu datangnya dari mana.
Benar, kan? Nah, itu harta.
Sekarang, Lillahi maa fissamaawaati wa maa filard. Binatang. Binatang
juga milik Allah. Makanya kalau lihat burung, “Ya Allah, milikMu.”
Menukik. Manusia mah susah. Ada terjun payung segitu gayanya cuma turun
aja. Itu juga susah, kecuali yang kurus. Nggak bisa seperti burung. Maha
suci Allah. Lihat kuda, bagus ototnya. Ya Allah… ini tiap selnya Engkau
yang Mengurus. Lihat Sapi, kan bagus sekali sapi itu, makan rumput
keluar susu sapi. Kenapa pabrik susu kita tidak bisa begitu? Harusnya
kan pabrik susu mengumpulkan rumput. Jadi susu. Kan begitu? Nggak bisa
tuh. Itu susu sapi, makanannya hijau, darahnya merah, kotorannya juga
macem-macem, eh, susunya putih. Pas dipotong si sapi, yang keluar darah
merah. Allah yang mengatur. Padahal kalau kita yang punya pabrik bagus
ya? Rumput yang dimakan sapi dimasukkan ke pabrik, keluarnya susu sapi?
Nggak bisa tuh… Allah yang mendesain.
Makanya kalau dengar suara “Kok ko, ko, koook…” Suara apa itu? (jamaah:
“Ayam”) Itu suara saya… He he he. Ayam ini bertasbih, membangunkan
hambaNya. Lihat kucing “meoong”, anaknya digendong dengan menggigitnya.
Dia sayaaang sama anaknya. Siapa yang ngajarin? Nggak pelit tuh kucing,
dijaga. Subhanallah… Inget Allah. Dateng merak, eh ngebalikin kita,
kombinasi warnanya sempurna. Ya Allah… milikMu, milikMu. Sempurna!
Datang badak, lihat, siapa yang berani panco sama badak? Segini gedenya.
Eeeh… makanannya rumput, kecil-kecil. Gimana, kita kok makan rumput
nggak gede, ya? Malah disentri. Kambing jarang yang asam urat. Ya?
Takjub! Kalau orang suka yakin semua ciptaan Allah, semua milik Allah,
hidup ini jauuuh lebih enak. Nggak ada kita menjilat sama manusia. Nggak
ada kita merunduk-runduk karena kita tahu mereka juga bikinan Allah,
ciptaan Allah.
Ini kan deket Istana Negara ya? Biasanya kalau kita kurang hati-hati,
“Saudara, diundang ke Istana Negara”. Grrr… Padahal, biasa aja. Ya?
Seneng lihat… Oh gini Istana Negra awet ya? Yang bikinnya udah pada
mati. Presiden rebutan ke sini pada meninggal. Oooh… ini rebutan barang
diem. Ini sebulan sebelum undangan ganti baju. Biasa aja lah. Iya?
Jangan takjub oleh duniawi. Harta, Tahta, Gelar, Jabatan. Biasa. “
Punya,” ya nggak apa-apa. “Nggak punya”, jangan minder.
Lalu liat orang lain, nggak perlu iri! Karena tiap orang udah ada
jatahnya masing-masing. Ini udah ada jatahnya (menunjuk jamaah). Iya
kan? Walaupun ibu anak sama, anak lima, beda-beda. Rejeki beda, wajah
beda. Kalo adiknya punya jodoh, Kakak nggak usah minder. “Waah, ini kamu
ngelangkahin, nih! Bikin saya tidak punya jodoh.” Ini kurang iman!
Nggak boleh. Adik udah siap nikah, nikah! Lebih cepat lebih baik.
Lanjutkan, ke kakaknya. Nggak papa. Nggak boleh ibu-ibu kalau si bungsu
udah ada jodohnya, ditahan. “Jangan dulu nikah.” Nggak boleh! Itu
menghina Allah. Allah yang menentukan jodohnya. Ayo duluan. Dan kakak
nggak boleh meres adiknya. “Boleh kamu nikah dulu, tapi mana? Biasa uang
pelangkah?”. Harusnya, “Dik, nikah!” “Kakak gimana dong! Kak belom ada
jodohnya?” “Allah Maha Tahu segalanya ada waktunya. Tenang aja” “Gimana
kalo Kakak keburu meninggal?” “Nggak apa-apa nanti di sorga Insya Allah
ketemu” “Tapi kalo kakak nggak di sorga gimana?” “Kamu jangan kurang
ajar…” (bergurau, tertawa).
Kekuatan Doa
Dah, Allah yang punya. Setuju? Enak, kan? Lebih enak, tidak? Enaaak…
Tapi, ini amalan hati. Jangan sampe salah. Masuk ke supermarket, “Semua
milik Allah. Ya Allah saya minta hanya kepadaMu.” Ambil aja… Maka nanti
Allah menggerakkan satpam. Iya? Kalau amalan lahir, ada syariat. Tapi
hati, harus yakin. Binatang, semua milik Allah.
Termasuk virus, bakteri, nyamuk Aides Aegypti. Sekarang demam berdarah
sedang musim lagi, ya? Kalo takut, boleh 3M: menutup, menimbun,
menguras. Tapi lebih penting dari itu adalah doa. Doa dengan musibah
bertarung. Mana yang lebih kuat, itu yang menang. Takdirnya misalkan
digigit nyamuk. Sebagai ibu, ibu menguras, ibu menutup, anak pakai
lotion. Doa yang lebih kuat. Karena kalau Allah mau tangan pas digosok,
ada yang kelewat sedikit, di sana nyamuk nanti menggigit.
“Audzubillahiminasyaitonirrajim. Audzubika limatillahi tammati min syari
maa kholaq. Ya Allah, hamba berlindung kepadaMu dengan kalimahMu yang
sempurna dari kejahatan makhlukMu.” Baca Al Ikhlas, Al Falaq, An Naas.
Tiupkan, diusapkan. Allah Melihat! Bener nih makhluk, dia berlindung
kepada penguasa semua nyamuk. Yang mengatur semua takdir. Itu yang lebih
paten daripada semua merk-merk lotion nyamuk.
Saat dikejar anjing, “Wah kenapa nih saya dikejar anjing?” yaaa…
variasi, lah, nggak setiap hari. Allah menciptakan anjing memang
menakutkan. Doberman, Herder, taringnya gede-gede, menakutkan. Itu
mutlak bikinan Allah. Anjing nggak ngerti, bagaimana membuat anaknya
bertaring. Tidak ngerti! Itu mutlak, ciptaan…? Allah. Suaranya juga
diatur oleh Allah supaya serem. Kan kurang bagus kalo anjing gede
suaranya “Aww, aww”. Seperti singa, “Auuuum”, suaranya menggetarkan. Itu
juga Allah yang buat. Kurang bijaksana juga ya kalau singa suaranya,
“Meooong” atau ompong. Dibuat gagah. Buat apa? Supaya kita berlindung
kepada penguasa, ciptaan.
“Kenapa saya sudah berdoa, sudah lari, berzikir, masih digigit anjing?”
tenanglah, ada rahasia Allah dibalik gigitan anjing. Mungkin diopname,
mungkin diopname itu akan dapet ilmu. Mungkin akan ketemu jodohnya.
Dokter, baru lulus, melihat, “Ini pemuda ini, sabar sekali. Saya baru
lihat saudara. Saudara bisa ngaji?” “Alhamdulillah.” “Kalo gitu nanti
kalo saya nikah, bacakan Al Qur’an untuk saya, ya?” (Jamaah tertawa)
Sodara mikirnya apa? Mikir jodohnya dokter ya? Sesuka saya aja yang
bercerita.
Udahlah, pokoknya kalau sudah berlindung pada Allah nggak akan rugi.
Jalanin aja. Semua milik Allah. Termasuk kalau mau naik angkot, mau naik
taksi, ayo, bilang dulu kepada pemilik semua kejadian. “Ya Allah,
Engkau Maha Tahu setiap makhlukMu. Engkau tahu para supir yang baik,
supir yang kurang baik. Saya berlindung kepadaMu. Jadi kalau mau nyetop
tuh, main hati, hati tuh bunyi. Ya Allah, ya Allah. belum waktunya,
belum waktunya.
Begitu juga waktu naik taksi, “Audzubika limatillahi tammati min syarri
maa kholaq”. Allah, Allah, Allah. Naik pesawat (Aa mengerakkan tangan
bergelombang), “Ya Allah, Ya Allah, mau jatoh gitu, ya Allah? Jangan,
saya belum nikah ya Allah, tolong ya Allah.” Apa urusannya? Terserah
Allah mau nikah, mau belum. Iya? Kalau udah waktunya meninggal. “Tapi
bagaimana A’ kalau saya meninggal di laut nanti saya dimakan hiu.” Kalau
sudah rejeki Hiu. Makanya sebelum naik pesawat, sedekah yang banyak,
doa yang bagus, “Wahai yang menggenggam setiap takdir. Saya ini milikmu.
Rasulullah menganjurkan sedekah, saya sedekah. Rasul menganjurkan doa,
saya doa. Karena saya yakin Engkaulah satu-satunya pelindung.” Pasti
didengar oleh Allah. Pasti didengar. Insya Allah takdir bisa dirubah ke
takdir lain. Syariatnya dengan doa. Syariatnya dengan sedekah.
Seneng lah kalau sama Allah terus-terusan, mah. Anak rewel, nggak usah
dicubit. Siapa yang menciptakan anak? Kita bisa bikin anak? Anak ciptaan
siapa? Yang mengurus anak tiap saat siapa? Kita bisa ngurus anak?
Enggak. Mandiin juga jarang bersih. Nyebokin pake cubit. Iya? Mandiin
pake digetok pake gayung. Kurang ikhlas. Anak milik? Siapa yang cukupin
rizki anak? Siapa yang lebih sayang kepada anak kita? Kita atau
penciptanya? anak Itu amanah.
Jadi kalau anak nangis, anak sakit, kuat kita wiridnya. “Ya Allah, hanya
Engkau penggenggam lahir dan batin anak ini, Engkau penguasa”
mudah-mudahan jadi penggugur dosa. Hanya Engkau yang bisa menenangkan.
Allahu la ilaha illa Huwal-Hayyul-Qayyum. Mendingan zikir, daripada
nyubit. Ya? Tambah sakit. Mending zikir. Allah Melihat tidak ibu-ibu
yang zikir? Dan kalau lagi mangku anak tuh jangan lagu yang macem-macem.
“Nina bobo…” melek aja anak, tuh. “Kenapa kamu nggak tidur-tidur?”
“Katanya saya Asep? Kenapa menjelang tidur jadi Nina?” (jamaah tertawa).
Mendingan shalawat, Asmaul Husna. “Ya Rahman, Ya Rahim…” Enak, karena
dibikin oleh Allah tuh, Diurus oleh Allah, kita nyebut nama Allah. Suka
Allah. Ya? Betul, kan?
Kalau mau membangunkan anak, “Heh, bangun! Bangun. Bapak ingin kamu jadi
anak sholeh.” Bukan begitu… lapor kepada pemiliknya. “Tiada Tuhan
selain Engkau ya Allah yang mampu menciptakan anak ini.” Lihaat, anak uh
“Hmmm, ini milikmu. Engkau amanahkan kepada hamba. Ya Allah. Jadikanlah
ini anak yang sholeh.” Belai rambutnya… “Nak, bangun yuk, sholat
subuh.” “Males, Pak” “Yah, bapak belum tentu panjang umur. Mumpung ada
waktu, kita doa sama-sama.” Gituuu, mending lapor ke Allah, mudah bagi
Allah. Subhanallah…
Syariat Harus Sempurna
Enak tidak, nih? Dunia zikir tuh dunia enak. Apapun? Ke Allah. Mau apa
saja minta? Sama Allah dulu, jangan minta sama orang dulu. Mau minta?
Yang punya segala-galanya siapa? Allah. Minta uang? Siapa yang punya
rejeki? Pengen sehat? Siapa yang punya sehat? Pengen tenang? Siapa yang
membagikan tenang? Pengen kerjaan? Siapa yang ngatur? Allah! Pengasa
langit dan bumi. Nggak ada lagi. Yang tiap saat mengurus diri kita
dnegan sempurna. semuanya milik Allah.
Itu peringkat pertama sabar. Jadi kalau motor harus dijual, uang harus
bayar. Udah nggak papa karena itu juga milik Allah. Seperti kalau kita
belanja, harusnya sepuluh ribu, tapi jadi dua belas ribu. Nggak papa.
Dia juga kan milik Allah , orang itu. Ya siapa tahu mau menyekolahkan
anaknya, mau bayar untuk nyicil hutangnya, atau mau nabung untuk umroh,
udah nggak apa-apa. Lepas hati ini.
Kita mau beli motor 12 juta pas dijual tinggal 9 juta. Nggak apa-apa.
“Wah, rugi tiga juta.” Enggaaak, kalau udah harganya segitu ya nggak
papa. Lepas dunia ini, lepas dari hati. Kalo udah waktunya keluar,
keluar. Jangan nyimpen dunia di sini (meunjuk ke hati). Ibu punya
kerudung bagus sekali. Kata pembantu, “Kerudung ibu sekarang ada
tandanya” ternyata ada tanda setrikanya, bolong. Pembantu minta maaf.
Ya maafkan… Tinggal pakai taplak meja saja. Nggak ada yang tahu ini kan
ibu kerudungnya dari taplak meja atau enggak (jamaah tertawa).
Jalan ke sini juga ngongkos. Nggak papa, rejeki kereta api, bis kota.
Pas mau sedekah, pengen ngambil seribu nggak tahunya yang ketarik 10
ribu. Nggak enak pengen masukin lagi. “Tapi gimana? Di dompet berarti
tinggal seribu-seribunya.” Nggak papa. Jalan sambil wirid. Jarak jauh
dekat kalau dipakai wirid juga jadi dekat dengan Allah. Jangan berat
sama dunia. Ya? Cincin, gelang, jam. Kalau udah waktunya nggak ada,
lepas aja. “Sekarang saya nggak punya sama sekali.” Nanti juga ada, kok.
Kerja aja yang bagus, ibadah yang bagus, ikhtiar yang bagus. Jujur,
lempeng. Ada kok. “Tapi saya gajinya kecil.” “Nggak papa. Nanti juga
kalau udah watunya Allah mau ngasih, ada aja jalannya. Nggak haus lewat
gaji semua, kok. Ada aja rejekinya.
Kita aja nggak tahu siang ini mau makan di mana. Kalau saya tahu, karena
barusan sudah saya makan. Ya? Kita nggak tahu rejeki besok di mana.
Yang ada juga belum tentu rejeki kita. Apalagi kalau sodara jadi
mubaligh. Pernah nih Pak, pas mau ceramah lagi makan selai, “Hadirin
sekalian, tibalah saatnya ceramah bapak Abdullah Gymnastiar.” Nggak enak
mau dimakan sambil ngunyah. Selesai ceramah, salaman, pulang. Dimakan
panitia, ternyata. Itu padahal tinggal berapa centi dari mulut. Kalau
udah bukan rejeki, begitu. Waktu itu ceramah ada di sebuah tempat, ada
anggur, salak, apel. Disuguhin tuh di mimbar. Tapi saya yakin, ini bukan
rejeki saya, nih. Cobaan. Karena mustahil sambil ceramah, sambil makan.
Iya kan? Selesai, diambil panitia lagi. Padahal itu di anggaran, untuk
menjamu penceramah, ya? Tapi ridho habis oleh panitia. Ya? (Jamaah
tertawa)
Begitulah dunia, ya? Jadi jangan masuk ke hati. Makanan, uang, harta.
Aaah… Allah! Sepanjang semua di jalan Allah. Enteng-enteng aja. Setuju?
Ingat loh, ya, ini amalan hati. Amalan akal ada lagi. Amalan tubuh ada
lagi. Rasulullah yakin semuanya milik Allah. Rasulullah berdakwah siang
dan malam. Rasulullah hijrah ratusan kilometer. Rasulullah musyawarah
dengan sahabatnya, merancang keuangan. Rasulullah menggali parit untuk
perang. Rasulullah menggunakan baju besi dua lapis. Menggunakan helm,
mengatur strategi. Padahal yakin semuanya milik Allah. Artinya apa? Syariat harus sempurna. Siti Hajar, yakin akan jaminan
Allah. Lari Shafa-Marwa, Shafa-Marwa, tujuh kali! Padahal yakin kepada
Allah. Dan zam-zam, keluarnya tidak di Shafa, tidak di Marwah. Tapi di
tempat lain. Sesuka Allah saja Ngasih jalan. Makanya, hati yakin.
Cirinya orang yang yakin adalah menyempurnakan ikhtiar.
Apa yang Ditentukan Allah, Nggak Akan Salah
Kalo saudara dengan kajian ini hati yakin tapi jadi males, saudara
berdusta. Orang yang yakin itu cirinya adalah istiqamah dalam ikhtiar.
“Bangun, bangun!” “Apa, bu?” “Sholat Subuh” “Allah Maha Pengampun dan
Maha Penyayang.”
“Kamu kenapa nggak kerja?” “Lihat, Bu, gajah. Tidak sekolah juga
gede-gede” (jamaah tertawa). Ini anak error ini. “Kamu kan besok
ulangan.” “Allah Maha Tahu setiap soal yang akan keluar.” Ini ngomongnya
bener tapi tempatnya salah.
“Kapan kamu menikah?” “Kalau Allah Memberi jodoh kepada saya, pasti
ketemu.” Salah begini. Yakin tuh bukan buat diobrolkan. Yakin itu untuk
bekal di hati, mendampingi kesempurnaan ikhtiar. Bukan
setengah-setengah, bukan harus seimbang: setengah ikhtiar, setengah
tawakal. Bukan. 100% ikhlas niatnya, 100% sungguh-sungguh ibadahnya.
Semaksimal mungkin sempurna ihtiarnya dan sekuat tenaga sempurna
tawakalnya. Insya Allah, ketemulah dengan takdir terbaik kita. Tidak
meleset, tidak tertukar.
Apa yang ditentukan Allah untuk kita, nggak akan salah. Jadi jangan
takut, ya? Kepada yang mencari jodoh, misalkan ada satu ikhwan
direbutkan oleh lima akhwat. “Waah, jangan gitu dong, A’”. baiklah, lima
orang akhwat memperebutkan satu ikhwan. (jamaah tertawa). Tenang saja,
istikharah saja. “Ya Allah, kalau ini memang ketetapanMu yang terbaik
jodoh untuk saya, Engkaulah yang akan Mengatur semuanya.” Daripada
bersaing dengan kata-kata rayuan gombal, lebih baik bersaing mendekat ke
Allah, Pencipta setiap jodoh, Penentu setiap takdir. Alhamdulillah.