Ki Hajar Dewantara, tokoh pejuang pendidikan Indonesia, terlahir pada 2
Mei 1889. Tanggal kelahirannya diperingati sebagai Hari Pendidikan
Nasional. Beliau terlahir dalam lingkungan keluarga Kraton Yogyakarta
dengan nama asli Raden Mas Soewardi Soerjaningrat.
Sebagai bangsawan kraton, maka Ki Hajar mendapatkan hak untuk
mendapatkan pendidikan yang layak dari kolonial Belanda ketika itu.
Beliau berhasil menamatkan sekolah dasar ELS, lalu melanjutkan
pendidikannya ke STOVIA, sekolah dokter untuk pelajar Indonesia di
Jakarta. Lantaran sakit, Beliau tidak bisa menyelesaikan pendidikannya
di STOVIA.
Ki Hajar Dewantara tidak lantas vakum karena tidak mampu melanjutkan
pendidikannya di STOVIA, Beliau kemudian beralih menjadi wartawan dan
menulis untuk beberapa surat kabar. Beliau juga aktif di berbagai
kegiatan sosial dan politik.
Tulisan-tulisan Ki Hajar Dewantara mampu membangkitkan semangat anti
kolonialisme Belanda. Tulisannya yang terkenal “Seandainya Aku Seorang
Belanda” (judul asli: Als ik eens Nederlander was) yang dimuat dalam
surat kabar de Expres milik Dr. Douwes Dekker, tahun 1913, membuat
Belanda marah.
Tulisan tersebut merupakan protes atas rencana Belanda untuk
mengumpulkan derma dari Indonesia yang ketika itu belum merdeka untuk
perayaan kemerdekaan Belanda dari jajahan Prancis. Meski kerap kali
membuat Belanda tersinggung, Ki Hajar Dewantara tidak berhenti menulis.Kemarahan Pemerintah Belanda hingga sampai pada puncaknya
ketika Gubernur Jendral Idenburg memerintahkan agar Ki Hajar Dewantara
di asingkan ke Pulau Bangka tanpa proses peradilan terlebih dahulu.
Namun kemudian pengasingan tersebut dialihkan ke negeri Belanda atas
permintaan kedua rekan Ki Hajar Dewantara yakni dr. Douwes Dekker dan
dr. Cipto Mangoenkoesoemo.Masa pengasingan di Belanda justru membuat Ki Hajar Dewantara belajar
lebih giat. Beliau mendalami bidang pendidikan dan pengajaran hingga
akhirnya mendapatkan sertifikat Europeesche Akte.
Ki Hajar akhirnya kembali ke tanah air pada 1918. Selanjutnya Beliau
memfokuskan diri pada bidang pendidikan sebagai bentuk perjuangan untuk
tujuan Indonesia Merdeka. Bentuk perjuangannya beliau wujudkan dengan
mendirikan Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa atau lebih dikenal
dengan Perguruan Nasional Tamansiswa pada 3 Juli 1922 bersama
rekan-rekan seperjuangannnya.
Tulisan-tulisan Ki Hajar Dewantara kini tidak lagi bernuansa politik
tetapi beralih ke bidang pendidikan dan kebudayaan. Tulisan Beliau
berisi tentang konsep pendidikan yang berwawasan kebangsaan. Melalui
konsep pendidikan itulah, Beliau meletakkan dasar-dasar bagi pendidikan
nasional Indonesia.
Ki Hajar Dewantara mempunyai semboyan terkenal tut wuri handayani (dari belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan), ing madya mangun karsa (di tengah atau di antara murid, guru harus menciptakan prakarsa dan ide), dan ing ngarsa sung tulada
(di depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan
baik), yang sampai saat ini masih dipertahankan dalam dunia pendidikan
kita.
Dimasa Indonesia merdeka, Ki Hajar Dewantara diangkat sebagai Menteri
Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama. Beliau juga pernah
menjadi anggota parlemen. Di akhir hayatnya, ribuan orang menyemut
mengiringi jenazahnya hingga dimakamkan di pemakaman Taman Siswa.
Ki Hajar Dewantara dianugerahi sebagai pahlawan nasional dan
tanggal kelahirannya, 2 Mei, diperingati sebagai Hari Pendidikan
Nasional setiap tahunnya.
#Source: http://1001kisahteladan.com
No comments:
Post a Comment