Jamaah Shalat Idul Adha yang dimuliakan Allah...
Di pagi yang penuh berkah ini, dari balik hati yang cerah ceria,
kita kembali mengumandangkan takbir berulang-ulang, sebagai pernyataan yang
tulus dan ikhlas akan kebesaran dan keagungan Allah subhanahu wa ta’ala.
Sekaligus sebagai pengakuan bahwa kita adalah hamba yang teramat kecil, sangat
lemah dan penuh keterbatasan. Kita memuja dan memuji kepada-Nya sebagai wujud kesyukuran atas segala
limpahan nikmat dan rahmat-Nya yang tak terhingga. 
Alhamdulillah, kita kembali merasakan kegembiraan dan kebahagiaan
dalam suasana Idul Adha pada hari ini. Bukan untuk berpesta pora, tetapi untuk
melakukan instrospeksi dan mengambil pelajaran dari perintah berkurban dan
beribadah haji. Juga untuk mengenang kembali peristiwa bersejarah yang
dilakonkan oleh Nabiyullah Ibrahim ’alaihissalam bersama isterinya;
Hajar dan anaknya Ismail ’alaihissalam.                                                                                        
Kehidupan Nabi Ibrahim
benar-benar sarat dengan keteladanan yang patut diikuti, untuk mendapatkan
kehidupan yang bersih dan penuh dengan makna.
ôs% ôMtR%x. öNä3s9 îouqóé& ×puZ|¡ym þÎû zOÏdºtö/Î) tûïÏ%©!$#ur ÿ¼çmyètB 
Artinya: “Sungguh telah ada suri
teladan yang baik bagi kalian pada Ibrahim dan orang-orang yang bersamanya”. QS.
Al-Mumtahanah (60): 4.
Jamaah
shalat Idul Adha ‘azzakumullah...
Sekurang-kurangnya
ada empat pelajaran yang bisa dipetik dari kisah nabi Ibrahim ‘alaihissalam
dan keluarganya[1]:
Ø  Pelajaran
Pertama: Berbaik sangka kepada Allah ta’ala
Dikisahkan pada
suatu hari, Ibrahim ‘alaihissalam terbangun dari tidurnya. Tiba-tiba
beliau memerintahkan istrinya, Hajar, untuk mempersiapkan perjalanan dengan
membawa bayinya. Perempuan itu segera berkemas untuk melakukan perjalanan panjang.
Padahal saat itu nabi Ismail masih bayi dan belum disapih.
Ibrahim ‘alaihissalam
menyusuri bumi yang penuh dengan pepohonan dan rerumputan, sampai akhirnya tiba
di padang sahara. Beliau terus berjalan hingga mencapai pegunungan, kemudian
masuk ke daerah jazirah Arab. Ibrahim  menuju ke sebuah lembah yang tidak
ditumbuhi tanaman, tidak ada buah-buahan, tidak ada pepohonan, tidak ada
makanan dan tidak ada minuman. Kondisi yang menandakan bahwa tempat itu tidak
ada kehidupan di dalamnya.
Di lembah
tersebut beliau turun dari punggung hewan tunggangannya, kemudian menurunkan
istri dan anaknya. Setelah itu tanpa berkata-kata beliau meninggalkan istri dan
anaknya di sana. Mereka berdua hanya dibekali sekantung makanan dan sedikit air
yang tidak cukup untuk dua hari. Setelah melihat kiri dan kanan beliau
melangkah meninggalkan tempat itu.
Tentu saja Hajar
terperangah diperlakukan demikian. Dia membuntuti suaminya dari belakang
sembari bertanya,
"يَا إِبْرَاهِيْمَ أَيْنَ تَذْهَبُ وَتَتْرُكُنَا بِهذَا الْوَادِي الَّذِى لَيْسَ بِهِ أَنِيْسٌ وَلاَ شَيْئٌ ؟"
 “Wahai Ibrahim, hendak pergi ke manakah engkau? Apakah engkau akan
meninggalkan kami tanpa teman di lembah yang tidak ada sesuatu apapun ini?”.
Nabi Ibrahim
tidak menjawab pertanyaan istrinya. Beliau terus saja berjalan. Hajar kembali
mengulangi pertanyaannya, tetapi Ibrahim tetap membisu. Akhirnya Hajar paham
bahwa suaminya pergi bukan karena kemauannya sendiri. Dia mengerti bahwa Allah
memerintahkan suaminya untuk pergi. Maka kemudian dia pun bertanya, 
"آللهُ أَمَرَكَ بِهذَا ؟"
“Apakah Allah
yang memerintahkanmu untuk pergi meninggalkan kami?” 
Ibrahim
menjawab, “Benar“.