Friday, August 9, 2019

KHUTBAH IDUL ADHA 1440H


Jamaah Shalat Idul Adha yang dimuliakan Allah...
Di pagi yang penuh berkah ini, dari balik hati yang cerah ceria, kita kembali mengumandangkan takbir berulang-ulang, sebagai pernyataan yang tulus dan ikhlas akan kebesaran dan keagungan Allah subhanahu wa ta’ala. Sekaligus sebagai pengakuan bahwa kita adalah hamba yang teramat kecil, sangat lemah dan penuh keterbatasan. Kita memuja dan memuji kepada-Nya sebagai wujud kesyukuran atas segala limpahan nikmat dan rahmat-Nya yang tak terhingga.
Alhamdulillah, kita kembali merasakan kegembiraan dan kebahagiaan dalam suasana Idul Adha pada hari ini. Bukan untuk berpesta pora, tetapi untuk melakukan instrospeksi dan mengambil pelajaran dari perintah berkurban dan beribadah haji. Juga untuk mengenang kembali peristiwa bersejarah yang dilakonkan oleh Nabiyullah Ibrahim ’alaihissalam bersama isterinya; Hajar dan anaknya Ismail ’alaihissalam.                                                                                        
Kehidupan Nabi Ibrahim benar-benar sarat dengan keteladanan yang patut diikuti, untuk mendapatkan kehidupan yang bersih dan penuh dengan makna.
ôs% ôMtR%x. öNä3s9 îouqóé& ×puZ|¡ym þÎû zOŠÏdºtö/Î) tûïÏ%©!$#ur ÿ¼çmyètB
Artinya: “Sungguh telah ada suri teladan yang baik bagi kalian pada Ibrahim dan orang-orang yang bersamanya”. QS. Al-Mumtahanah (60): 4.

Jamaah shalat Idul Adha ‘azzakumullah...
Sekurang-kurangnya ada empat pelajaran yang bisa dipetik dari kisah nabi Ibrahim ‘alaihissalam dan keluarganya[1]:
Ø  Pelajaran Pertama: Berbaik sangka kepada Allah ta’ala
Dikisahkan pada suatu hari, Ibrahim ‘alaihissalam terbangun dari tidurnya. Tiba-tiba beliau memerintahkan istrinya, Hajar, untuk mempersiapkan perjalanan dengan membawa bayinya. Perempuan itu segera berkemas untuk melakukan perjalanan panjang. Padahal saat itu nabi Ismail masih bayi dan belum disapih.
Ibrahim ‘alaihissalam menyusuri bumi yang penuh dengan pepohonan dan rerumputan, sampai akhirnya tiba di padang sahara. Beliau terus berjalan hingga mencapai pegunungan, kemudian masuk ke daerah jazirah Arab. Ibrahim  menuju ke sebuah lembah yang tidak ditumbuhi tanaman, tidak ada buah-buahan, tidak ada pepohonan, tidak ada makanan dan tidak ada minuman. Kondisi yang menandakan bahwa tempat itu tidak ada kehidupan di dalamnya.
Di lembah tersebut beliau turun dari punggung hewan tunggangannya, kemudian menurunkan istri dan anaknya. Setelah itu tanpa berkata-kata beliau meninggalkan istri dan anaknya di sana. Mereka berdua hanya dibekali sekantung makanan dan sedikit air yang tidak cukup untuk dua hari. Setelah melihat kiri dan kanan beliau melangkah meninggalkan tempat itu.
Tentu saja Hajar terperangah diperlakukan demikian. Dia membuntuti suaminya dari belakang sembari bertanya,
"يَا إِبْرَاهِيْمَ أَيْنَ تَذْهَبُ وَتَتْرُكُنَا بِهذَا الْوَادِي الَّذِى لَيْسَ بِهِ أَنِيْسٌ وَلاَ شَيْئٌ ؟"
 Wahai Ibrahim, hendak pergi ke manakah engkau? Apakah engkau akan meninggalkan kami tanpa teman di lembah yang tidak ada sesuatu apapun ini?”.
Nabi Ibrahim tidak menjawab pertanyaan istrinya. Beliau terus saja berjalan. Hajar kembali mengulangi pertanyaannya, tetapi Ibrahim tetap membisu. Akhirnya Hajar paham bahwa suaminya pergi bukan karena kemauannya sendiri. Dia mengerti bahwa Allah memerintahkan suaminya untuk pergi. Maka kemudian dia pun bertanya,
"آللهُ أَمَرَكَ بِهذَا ؟"
“Apakah Allah yang memerintahkanmu untuk pergi meninggalkan kami?”
Ibrahim menjawab, “Benar“.  

Selengkapnya bisa didownload DISINI

No comments:

Post a Comment